I. PENDAHULUAN
Pengertian tanah sangatlah beragam dan tergantung bidang ilmu
yang menilainya. Pengertian tanah berdasarkan ahli hukum akan berbeda dengan
pengertian tanah menurut ahli ekonomi, lembaga keuangan / perbankan, dan ibu
rumah tangga. Tanah menurut ahli hukum dinilai berdasarkan status tanah atau
hak kepemilikan terhadap tanah, seperti tanah berstatus hak milik berbeda
dengan tanah berstatus hak guna usaha (HGU) dan hak pakai serta sangat berbeda
sekali dengan tanah garapan. Tanah menurut ahli ekonomi dan lembaga keuangan
perbankan dipahami berdasarkan kedekatan lokasi tanah dengan akses dan
kelancaran akses serta kedekatan dengan pusat pengembangan. Tanah yang dekat
jalan atau dekat pusat pengembangan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi daripada
tanah yang berlokasi jauh dari akses jalan atau jauh dari pusat pengembangan.
Berbeda dengan pengertian tanah menurut ibu rumah tangga yang selelu
mengingatkan anak-anaknya agar jangan bermain tanah dan selalu mengingatkan
anak-anaknya tidak lupa mencuci tangan dan kaki apabila kena tanah. Pengertian
tanah yang dipelajari dalam mata kuliah Dasar Dasar Ilmu Tanah berdasarkan ilmu
pertanian. Definisi tanah menurut ilmu pertanian juga mengalami pengembangan
dari waktu ke waktu. Perubahan definisi tersebut disajikan sebagai berikut:
II. PENGERTIAN TANAH
Definisi tanah dari waktu ke waktu mengalami pengembangan
pengertian. Saat ini terdapat 4 pengertian tentang tanah yang diuraikan lebih
rinci sebagai berikut.
2.1 Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Ahli Geologi
Ahli geologi akhir abad XIX mendefinisikan tanah sebagai
lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami
serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit yaitu
lapisan partikel halus.
2.2 Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Pedologi
Pada tahun 1870 seorang ahli pedologi yaitu Dokuchaev
mendefinisikan tanah sebagai bahan padat (bahan mineral atau bahan organik)
yang terletak dipermukaan, yang telah dan sedang serta terus menerus mengalami
perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor: (1) bahan induk, (2) iklim, (3)
organisme, (4) topografi, dan (5) waktu.
2.3 Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Edaphologi
Seorang ahli edaphologi dari Inggris bernama Dr. H. L. Jones
mendefiniskan tanah sebagai media tumbuh tanaman.
2.4 Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Ilmu Tanah Terkini
Pada tahun 2005 seorang doktor ilmu tanah dari Indonesia
bernama Hanafiah mendefiniskan tanah secara lebih komperhensif bahwa tanah
adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh
dan berkembangnya perakaran penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai
kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang hara dan
sumber penyuplai hara atau nutrisi (meliputi: senyawa organik dan anorganik
sederhana dan unsur-unsur essensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn,
B, dan Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang
berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu
tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang
produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman
pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.
III. FUNGSI TANAH
Lima fungsi utama tanah adalah: (1) tempat tumbuh dan
berkembangnya perakaran tanaman, (2) penyedia kebutuhan primer tanaman (air,
udara, dan unsur-unsur hara), (3) penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat
pemacu tumbuh, hormon, vitamin, asam-asam organik, antibiotik, toksin anti
hama, dan enzim yang dapat meningkatkan ketersediaan hara) dan siklus hara, dan
(4) sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat
langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder
tanaman tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama dan
penyakit tanaman, (5) lokasi pembangunan berbagai infrastruktur, seperti
bangunan rumah, kantor, supermarket, jalan, terminal, stasiun dan bandara.
Integrasi kelima fungsi utama tanah disajikan dalam Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Lima fungsi utama tanah yang terintegrasi
secara utuh.
Dua Pemahaman Penting Tentang Tanah
Dua pemahaman utama yang sangat mendasari pengertian tentang
tanah berdasar-kan ilmu pertanian adalah:
- Tanah sebagai tempat tumbuh dan penyedia kebutuhan tanaman.
- Tanah berfungsi sebagai pelindung tanaman dari serangan hama dan penyakit serta dampak negatif pestisida dan limbah industri yang berbahaya
IV. PERBEDAAN PENGERTIAN TANAH
Perbedaan pemahaman pengertian tanah antara pendekatan
pedologi dan edaphologi adalah sebagai berikut:
4.1 Kajian Pedologi
Kajian pedologi mendefinisikan tanah berdasarkan dinamika dan
evolusi tanah secara alamiah atau berdasarkan pengetahuan alam murni. Beberapa
contoh kajian lebih lanjut tentang tanah dengan landasan pendekatan pedologi
adalah: fisika tanah, kimia tanah, biologi tanah, morfologi tanah, klasifikasi
tanah, survei tanah, pemetaan tanah, analisis bentang lahan, dan ilmu ukur
tanah.
4.2 Kajian Edaphologi
Kajian edaphologi mendefinisikan tanah berdasarkan peranan
tanah tersebut sebagai media tumbuh tanaman. Beberapa contoh kajian tanah
tingkat lanjut yang dilandasi pendekatan edaphologi adalah: kesuburan tanah,
konservasi tanah dan air, agrohidrologi, pupuk dan pemupukan, ekologi tanah,
dan bioteknologi tanah.
4.3 Paduan antara Pedologi dan Edaphologi
Kajian ilmu tanah tingkat lanjut yang dilandasi kedua
pendekatan yaitu pedologi dan edaphologi adalah: pengelolaan tanah dan air,
evaluasi kesesuaian lahan, tata guna lahan, pengelolaan tanah rawa, pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan.
V. PROFIL TANAH
Pengertian profil tanah adalah irisan vertikal tanah dari
lapisan paling atas hingga ke batuan induk tanah. Tanah yang telah mengalami
perkembangan lanjut akan memiliki horisonisasi yang lengkap, yaitu terdiri
dari: (1) horison O, (2) horison A, (3) horison Eluviasi, (4) horison B, (5)
lapisan C, dan (6) bahan induk tanah (R). Harisonisasi dalam profil tanah
secara pemodelan disajikan dalam Gambar 2.
Pengertian dari beberapa istilah penamaan horison dalam
profil tanah adalah sebagai berikut:
- Horison O adalah horison tanah yang tersusun dari serasah atau sisa-sisa tanaman (Oi) dan bahan organik tanah (BOT) hasil dekomposisi serasah (Oa),
- Horison A adalah horison yang tersusun dari bahan mineral berkandungan bahan organik tinggi sehingga berwarna agak gelap.
- Lapisan Eluviasi atau Horison Eluviasi adalah horison yang telah mengalami proses eluviasi (pencucian) sangat intensif sehingga kadar bahan organik tanah, liat silikat, Fe dan Al rendah tetapi kada pasir dan debu kuarsa (seskuoksida) serta mineral resisten lainnya tinggi, sehingga berwarna agak terang.
- Horison B adalah horison illuvial atau horison pengendapan sehingga terjadi akumulasi dari bahan-bahan yang tercuci dari horison diatasnya.
- Horison C adalah lapisan tanah yang bahan penyusunnya masih serupa dengan batuan induk (R) atau belum terjadi perubahan.
- Batuan induk tanah (R) merupakan bagian terdalam dari tanah dan masih berupa batuan.
- Lapisan tanah atas (top soil) terdiri dari: (1) horison O, dan (2) horison A. Lapisan tanah bawah (sub soil) terdiri dari: (1) horison E, dan (2) horison B. Solum tanah meliputi: (1) lapisan tanah atas, dan (2) lapisan tanah bawah.
5.1 Batas Peralihan Horison
Batas peralihan horison pada profil tanah terlihat secara
visual dalam beberapa kategori, yaitu:
- Batas horison dikategorikan nyata apabila peralihan kurang dari 2,5 cm,
- Batas horison dikategorikan jelas apabila peralihan terjadi dengan jarak berkisar antara 2,5 cm sampai 6,5 cm,
- Batas horison dikategorikan berangsur apabila peralihan terjadi dengan jarak berkisar antara 6,5 cm sampai 12,5 cm, dan
- Batas horison dikategorikan baur apabila peralihan terjadi dengan jarak lebih dari 12,5 cm.
5.2 Bentuk Topografi Batas Horison
Bentuk topografi dari batas harison dalam profil tanah yang
terlihat secara visual dibagi dalam 4 kategori, yaitu:
- Bentuk topografi datar,
- Berombak,
- Tidak teratur, dan
- Terputus. Contoh gambaran dari batas horison dan bentuk topografi dari batas tersebut disajikan dalam gambar 3 dan gambar 4 berikut.
Gambar 3. Batas horison yang
nyata terjadi pada peralihan dari horison A ke horison B, dan batas horison
yang jelas terjadi pada peralihan antara horison B ke horison C. Kedua batas
terswebut bertopografi datar.
Gambar 4. Bentuk topografi
bergelombang dari batas horison yang terjadi
antara horison B dengan
horison C dalam sistem tanah.
5.3 Pedon dan Polipedon
Sistem tanah tersusun dari unit-unit terkiecil yang disebut
pedon. Kumpulan pedon-pedon yang sama sifatnya yang membentu suatu hamparan
disebut polipedon. Gambaran dari tiga dimensi tanah yang tersusun dari tiga
polypedon yang berbeda disajikan dalam Gambar 5 berikut.
Gambar 5.
Sistem tanah yang tersusun dari tiga polypedon yang berbeda.
5.4 Kegunaan Profil Tanah
Pemahaman yang mendalam mengenai profil tanah akan membantu
dalam pemanfaatan berikut:
- Mengetahui kedalaman lapisan olah tanah (top soil), lapisan dalam tanah (sub soil) dan solum tanah, sehingga membantu dalam menetapkan jenis tanaman yang sesuai untuk ditanam pada tanah tersebut. Tanah dengan kedalaman lapisan olah berkisar 20 cm sesuai untuk ditanaman tanaman padi, kedelai, kacang tanah dan jagung, tetapi tidak sesuai untuk ditanaman dengan tanaman perkebunan yang berakar dalam. Begitu juga sebaliknya.
- Kelengkapan atau differensiasi horison-horison pada profil yang mencirikan tingkat perkembangan tanah dan umur tanah.
- Warna tanah yang menunjukkan kondisi aerob (warna terang) atau anaerob (berwarna kelabu) dan tngginya kadar kadungan bahan organik tanah (berwarna hitam/gelap), sehingga diketahui tingkat kesuburan tanah.
VI. KOMPONEN PENYUSUN TANAH
Suatu tanah tersusun dari 4 komponen utama, yaitu: (1) bahan
padatan berupa bahan mineral, (2) bahan padatan berupa bahan organik, (3) air,
dan (4) udara. Tanah mineral yang subur tersusun dari 45% bahan tanah mineral,
5% bahan organik tanah, 25 % air dan 25% udara, seperti yang disajikan dalam
Gambar 6 berikut.
Gambar 6.
Komposisi keempat komponen tanah (bahan mineral, bahan organik, air dan udara)
yang menempati volume dari sistem tanah.
7.2 Bahan Induk
Bahan induk didefinisikan Jenny (1941) sebagai keadaan tanah
pada waktu nol (time zero) dari proses pembentukan tanah. Beberapa jenis bahan
induk tanah:
- Batuan beku,
- Batuan sedimen,
- Batuan metamorf, dan
- Bahan induk organic.
Pengertian batuan beku adalah bebatuan yang terbentuk dari
proses pembekuan (solidifikasi) dari magma cair. Beberapa batuan yang tergolong
batuan beku adalah batuan: granit, basal, dan andesit. Batuan sediment adalah
bebatuan yang terbentuk dari proses pemadatan (konsolidasi) dari
endapan-endapan partikel yang terbawa oleh angina atau air di permukaan bumi.
Beberapa batuan yang tergolong batuan sedimen adalah: batu kapur, batu pasir
dan batu shale. Batuan metamorf adalah batuan beku atau batuan sedimen yang
telah mengalami perubahan bentuk (transformasi) akibat adanya pengaruh
perubahan suhu dan tekanan yang sangat tinggi. Bebeerapa batuan yang tergolong
batuan sedimen adalah: batuan gneiss, batuan kwarsit, batuan schist, dan batuan
marmer.
Sketsa perubahan bahan induk tanah mineral mulai dari magma
menjadi batuan beku dan perubahan endapan hasil pelapukan batuan beku menjadi
batuan sedimen serta perubahan dari batuan beku dan batuan sedimen menjadi
batuan metamorf disajikan dalam Gambar 7 berikut.
Gambar 7.
Sketsa dinamika perubahan tiga jenis bahan induk tanah
mineral
yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf .
7.2.1 Jenis-Jenis Batuan Beku
Beberapa jenis batuan beku dibedakan berdasarkan:
- Tempat pembekuan, dan
- Kandungan sio2.
Berdasarkan tempat pembekuan magma, batuan beku dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu:
- Batuan beku dalam (flutonik),
- Batuan beku gang (intrusi), dan
- Batuan beku atas (ekstrusi atau batuan vulkanik).
Selain itu, berdasarkan kandungan SiO2, batuan beku dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu:
- Batuan beku asam, yiatu: batuan beku dengan kandungan sio2 tinggi atau lebih dari 65%.
- Batuan beku intermedier, yaitu: batuan beku dengan kandungan sio2 sedang atau berkisar antara 55% sampai dengan 65%.
- Batuan beku basa, yaitu: batuan beku dengan kandungan sio2 rendah atau kurang dari 55%.
7.2.2 Jenis-Jenis Batuan Sedimen
Beberapa jenis batuan sedimen dibedakan berdasarkan jenis
bahan asal endapan. Tiga jenis batuan sedimen, yaitu:
- Batuan kapur dan dolomit, yaitu: batuan sedimen yang bahan asal endapan berupa kapur atau bahan dengan kandungan kalsium dan magnesium tinggi lebih dari 50%,
- Batu pasir, yaitu: batuan sedimen yang bahan asalnya didominasi fraksi pasir atau kandungan pasir lebih dari 50%, dan
- Batu shale atau batu serpih, yaitu: batuan sedimen yang bahan asal endapan didominasi fraksi liat (batu liat atau clay stone / clay shale) atau debu (siltstone). Salah satu contoh batuan sedimen disajikan dalam gambar 8 bagian (a) berikut.
7.2.3 Jenis-Jenis Batuan Metamorf
Beberapa jenis batuan metamorf adalah:
- Batuan schist, yaitu: batuan metamorf yang berbentuk lembar-lembar halus, contoh: schist mika,
- Batuan gneis, yaitu: batuan metamorf yang berbentuk lembar-lembar kasar, contoh: granit gneis,
- Batuan kuarsit, yaitu: batuan metamorf yang terbentuk dari batu pasir, contoh: kuarsit, dan
- Batuan marmer, yaitu: batuan metamorf yang terbentuk dari batu kapur karbonat, contoh: batu marmer. Contoh salah satu jenis dari batuan metamorf disajikan dalam gambar 8 bagian (b) berikut.
Gambar 8. Batuan sedimen (A) dan
batuan metamorf (B)
7.2.4 Bahan Induk Organik
Bahan induk organik berasal dari proses akumulasi atau
penimbunan dari vegetasi rawa yang terjadi secara berulang-ulang. Tanah yang
terbentuk dari bahan induk organik disebut: tanah organik atau tanah gambut
atau Histosol. Tanah ini dikelompokkan dalam tiga jenis berdasarkan tingkat
kematangan bahan organik pembentuk tanah tersebut, yaitu:
- Febrik, yaitu: tanah organik dengan kandungan bahan organik halus kurang dari 33% dan dicirikan dengan masih banyak terlihatnya bentuk asal dari bahan organik tersebut karena kandungan bahan organik kasar lebih dari 66%.
- Hemik, yaitu: tanah organik dengan kandungan bahan organik halus sedang atau berkisar antara 33% sampai dengan 66%.
- Safrik, yaitu: tanah organik dengan kandungan bahan organik halus tinggi lebih dari 66% atau sudah mengalami pelapukan lanjut.
7.3 Iklim (Cuaca)
Dua unsur cuaca yang mempengaruhi proses pembentukan tanah
adalah:
- Curah hujan dan
- Temperatur.
Daerah tropis seperti Indonesia khususnya Indoensia bagian
Barat memiliki curah hujan tinggi 2000 mm sampai dengan 2500 mm per tahun
dengan suhu udara berkisar 28 derajat celsius sampai dengan 32 derajat celsius
akan memacu percepatan rekasi kimia dalam tanah dan mempercepat proses
pelapukan batuan serta proses pencucian lebih intensif. Kondisi tersebut akan
menghasilkan jenis tanah dengan perkembangan horison lebih lengkap dengan
kandungan kation asam yang lebih tinggi, sehingga memiliki tingkat kesuburan
tanah sedang sampai rendah. Beberapa jenis tanah mineral yang ditemukan
mendominasi jenis tanah di pulau Sumatera dan Kalimantan
adalah: jenis podsolik merah kuning dan latosol.
7.4 Organisme / Jasad Hidup
Faktor organisme / jasad hidup yang mempengaruhi proses
pembentukan tanah adalah: vegetasi (makroflora), hewan (makrofauna) dan
mikroorganisme tanah. Jasad hidup ini mempengaruhi terjadinya:
- Akumulasi bahan organik,
- Siklus hara tanah,
- Proses pembentukan struktur tanah,
- Kandungan nitrogen tanah,
- Peningkatan infiltrasi tanah, dan
- Penurunan erosi tanah.
Tanah yang ditumbuhi vegetasi yang berbeda akan menghasilkan
tanah dengan tingkat kesuburan yang berbeda. Sebagai contoh:
- Tanah yang ditumbuhi tanaman pinus yang berdaun sempit akan mengalami proses pencucian yang intensif sehingga membentuk tanah tidak subur. Peristiwa ini karena sempitnya penutupan tajuk tanaman menyebabkan daya rusak tanah akibat air hujan tinggi, sehingga erosi yang terjadi juga tinggi. Selain itu, bentuk daun yang sempit menyebabkan kandungan hara di daun rendah, maka siklus hara dari proses dekomposisi daun yang gugur juga rendah, sehingga tanah yang terbentuk kurang subur, dan
- Tanah yang ditumbuhi tanaman jati yang berdaun lebar, akan memiliki penutupan tajuk tanaman yang lebih luas, sehingga mengurangi daya rusak tanah akibat butir hujan yang jatuh, sehingga menyebabkan erosi yang terjadi rendah. Daun jati yang lebar mengandung hara yang banyak dan saat jatuh akan terdekomposisi dan membebaskan hara lebih banyak, sehingga siklus hara yang terjadi lebih tinggi dan tanah yang terbentuk akan lebih subur.
7.5 Topografi atau Relief atau Kelerengan Lahan
Faktor topografi atau relief yang mempengaruhi proses
pembentukan tanah adalah:
- Kecuraman lereng, dan
- Bentuk lereng.
Tanah yang berada pada lahan berlereng curam lebih peka
terhadap terjadinya erosi, karena infiltrasi yang terjadi lebih rendah dan
aliran permukaan (run off) lebih besar, sehingga daya rusak air hujan dan
aliran permukaan lebih tinggi. Tanah yang terbentuk pada lereng yang lebih
curam akan lebih dangkal, karena terkikis secara terus menerus saat terjadi
hujan. Sedangkan tanah yang berada pada lahan yang berlereng landai sampai
datar terbentuk lebih dalam, karena memiliki laju infiltrasi dan laju perkolasi
yang lebih besar serta proses pembentukan horison berkembang lebih lanjut,
sehingga membentuk profil tanah yang lebih dalam.
Faktor kecuraman lereng ini mempengaruhi proses pembentukan
tanah dengan 4 cara, yaitu:
- Jumlah air hujan yang dapat meresap atau disimpan massa tanah,
- Kedalaman air tanah,
- Besarnya erosi yang dapat terjadi, dan
- Arah pergerakan air yang membawa bahan-bahan terlarut dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah.
Interaksi keempat mekanisme ini mempengaruhi proses
pembentukan tanah antara lain:
- Ketebalan solum tanah,
- Ketebalan dan kandungan bahan organik horison A,
- Kandungan air tanah,
- Warna tanah,
- Tingkat perkembangan horison (pada tanah tergenang dan tanah berlereng terjal membentuk solum dangkal, sedangkan pada tanah cekungan dan datar membentuk solum dalam) ,
- Reaksi tanah atau ph (pada tanah dengan air tanah dangkal mengalami salinisasi sehingga ph tanah netral sampai basa, sedangkan pada tanah dengan air tanah dalam mengalami proses pencucian intensif sehingga ph tanah rendah atau bereaksi asam),
- Kejenuhan basa tanah, dan (8) kandungan garam mudah larut.
Relief atau bentuk permukaan tanah dapat dikelompokkan
menjadi:
- Berbentuk cembung yang terdapat pada puncak bukit atau gunung,
- Berbentuk lereng yang curam yang terdapat pada punggung bukit dan gunung,
- Berbentuk cekungan dan datar pada kaki dan dasar bukit.
Perbedaan relief atau bentuk permukaan tanah mempengaruhi
proses pembentukan tanah. Sketsa bentuk permukaan lahan disajikan dalam Gambar
9 dan gambaran visual dari permukaan lahan disajikan dalam Gambar 10 berikut.
Gambar 9.
Sketsa bentuk permukaan tanah atau relief
yang
mempengaruhi proses pembentukan tanah.
Gambar 10.
Kenampakan visual dari bentuk permukaan tanah atau relief
yang
terdiri dari bagian puncak yang berbentuk cembung,
bagian
punggung yang curam, dan bagian kaki dan
dasar bukit
yang cekung dan datar.
7.6 Waktu
Faktor waktu juga mempengaruhi tingkat perkembangan tanah dan
umur tanah. Berdasarkan lamanya waktu dalam proses pembentukan tanah, maka
tanah dikelom-pokkan menjadi:
- Tanah muda dengan lamanya waktu pembentukan berkisar 100 tahun,
- Tanah dewasa dengan lamanya waktu pembentukan berkisar antara 1.000 tahun sampai dengan 10.000 tahun, dan
- Tanah tua dengan lamanya waktu pembentukan lebih dari jutaan tahun.
Waktu juga mempengaruhi tingkat perkembangan tanah, yaitu
mulai dari fase:
- Awal,
- Juvenil,
- Viril,
- Senil, dan
- Fase akhir.
Fase awal ditandai baru terbentuk horison C. Fase juvenil
ditandai dengan sudah terbentuk horison A diatas horison C, pada fase ini
sering disebut tanah muda. Fase viril atau disebut tanah dewasa, dicirikan
dengan sudah terbentuknya horison A, horison B, dan horison C. Fase senil atau
disebut tanah tua, dicirikan proses pembentukan horison yang lengkap, meliputi:
horison A1, horison A2, horison B1, horison B2, dan horison C. Fase akhir atau
disebut tanah sangat tua dicirikan dengan mulai berkurangnya proses pelapukan
dari system tanah tersebut. Contoh tanah muda adalah Entisol atau Aluvial atau
Regosol. Contoh dari tanah dewasa adalah Inceptisol, Vertisol, dan Mollisol.
Contoh dari tanah tua adalah Ultisol atau Podsolik Merah Kuning, dan Oxisol
atau Laterit.
VIII. PROSES PELAPUKAN
Proses pelapukan batuan terjadi akibat tiga mekanisme, yaitu:
- Proses pelapukan fisik,
- Proses pelapukan kimia, dan
- Proses pelapukan biologi.
Ketiga proses ini saling terintegrasi satu sama lain sehingga
mempercepat proses pelapukan batuan. Proses pelapukan fisik merupakan proses
mekanik yang menyebabkan bebatuan masif pecah dan hancur serta terfragmentasi
menjadi partikel-partikel kecil tanpa ada perubahan sifat kimia. Proses ini
terjadi akibat dari:
- Perubahan suhu yang drastis seperti sangat dingin atau sangat panas,
- Hantaman air hujan,
- Penetrasi akar, dan
- Aktivitas makhluk hidup lainnya.
Perbedaan kecepatan proses pelapukan fisik dipengaruhi:
- Tingkat kontraksi dan ekspansi dari komponen penyusun batuan, sehingga memicu proses pecah dan hancurnya bebatuan,
- Tingkat kekasaran permukaan bebatuan, makin kasar permukaan bebatuan akan mengalami proses pelapukan yang lebih cepat, dan
- Warna gelap dan terangnya bebatuan, makin gelap warna bebatuan akan memiliki daya menyerap cahaya yang lebih banyak dan mempercepat proses pemuaian atau kontraksi dan ekspansi, sehingga mempercepat proses pelapukan.
Proses pelapukan kimia merupakan proses pelapukan yang
diikuti terjadinya perubahan sifat kimia. Beberapa proses kimia dari pelapukan
adalah:
- Pelarutan atau solubilitas,
- Hidrasi atau proses pengikatan molekul air, sehingga volume meningkat dan kekuatan melemah serta menjadi mudah mengalami proses pelapukan,
- Hidrolisis atau proses pergantian kation-kation dengan ion hidrogen dan saat terjadi ionisasi menyebabkan kondisi melemah, sehingga mudah mengalami proses pelapukan,
- Oksidasi atau terjadinya penambahan muatan positif, seoperti perubahan besi dalam batuan dari bentuk ferro menjadi bentuk ferri dan ukurannya bertambah, sehingga mudah mengalami proses pelapukan, dan
- Reduksi atau peristiwa penurunan muatan positif,
- Karbonatasi atau proses yang menyebabkan bereaksinya asam karbonat dengan basa-basa membentuk basa karbonat, dan
- Asidifikasi atau proses pengasaman bebatuan, sehingga mempercepat proses pelapukan, seperti: pengasaman akibat asam nitrat yang terkandung dalam air hujan, dan pengasaman akibat asam sulfat hasil dekomposisi protein, kedua asam ini mempercepat proses pelapukan.
Proses pelapukan biologi dapat diakibatkan oleh aktivitas
kehidupan:
- Mikroorganisme tanah,
- Akar tumbuhan, dan
- Hewan.
Proses pelapukan biologi senantiasa mengiringi dari kedua
proses sebelumnya.
Sebagai contoh: bebatuan yang mengalami proses suhu ektrim
(sangat panas atau sangat dingin) sehingga mulai terjadi retakan-retakan.
Selanjutnya saat terjadi hujan maka air hujan akan masuk ke dalam
retakan-retakan tersebut dan makin mempercepat proses pelapukan, selain itu
biasanya diiringi juga dengan mulai tumbuhnya tanaman tingkat rendah dan mulai
berkembangnya mikroorganisme tanah sehingga lebih mempercepat proses pelapukan.
Makin hari tanah yang terbentuk makin dalam dan selalu diikuti dengan perubahan
vegetrasi yang tumbuh diatasnya yang dikenal dengan istilah suksesi vegetasi,
yaitu dari vegetasi yang berakar dangkal sampai ke vegetasi berakar dalam. Tiga
proses pelapukan tersebut satu sama lain saling terintegrasi secara utuh dan
saling berintekasi dalam mempercepat proses pelapukan bebatuan menjadi tanah.
Gambar proses pelapukan fisik batuan disajikan dalam Gambar
11. Sketsa proses pelapukan bahan induk tanah sampai menjadi mineral liat,
oksida besi, oksida aluminium, dan ion hara disajikan dalam Gambar 12.
Gambar 11. Proses pelapukan fisik
batuan induk yang mengalami retakan-retakan akibat pengaruh suhu dingin yang
ekstrim dan suhu panas yang ekstrim.
Gambar 12. Sketsa proses pelapukan
bahan induk tanah menjadi tanah.
IX. BAHAN ORGANIK TANAH
Tanah tersusun dari: (a) bahan padatan, (b) air, dan (c)
udara. Bahan padatan tersebut dapat berupa: (a) bahan mineral, dan (b) bahan
organik. Bahan mineral terdiri dari partikel pasir, debu dan liat. Ketiga
partikel ini menyusun tekstur tanah. Bahan organik dari tanah mineral berkisar
5% dari bobot total tanah. Meskipun kandungan bahan organik tanah mineral
sedikit (+5%) tetapi memegang peranan penting dalam menentukan kesuburan tanah.
Bahan organik tanah bersumber dari hasil dekomposisi bahan organik dan
organisme yang mati yang masuk ke sistem tanah. Karakterisitik bahan organik
tanah dipengaruhi dari karakteristik bahan organik asalnya.
9.1 Pengertian Bahan Organik
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik
kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus
hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan
termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada
didalamnya.
9.2 Sumber Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah dapat berasal dari: (1) sumber primer,
yaitu: jaringan organik tanaman (flora) yang dapat berupa: (a) daun, (b)
ranting dan cabang, (c) batang, (d) buah, dan (e) akar; (2) sumber sekunder,
yaitu: jaringan organik fauna, yang dapat berupa: kotorannya dan mikrofauna;
(3) sumber lain dari luar, yaitu: pemberian pupuk organik berupa: (a) pupuk
kandang, (b) pupuk hijau, (c) pupuk bokasi (kompos), dan (d) pupuk hayati.
9.3 Komposisi Biokimia Bahan Organik
Menurut Waksman (1948) dalam Brady (1990) bahwa biomass bahan
organik yang berasal dari biomass hijauan, terdiri dari: (1) air (75%) dan (2)
biomass kering (25%). Komposisi biokimia bahan organik dari biomass kering
tersebut, terdiri dari:
- Karbohidrat (60%),
- Lignin (25%),
- Protein (10%),
- Lemak, lilin dan tanin(5%).
Karbohidrat penyusun biomass kering tersebut, terdiri dari:
- Gula dan pati (1% s/d 5%),
- Hemiselulosa (10% s/d 30%), dan
- Selulosa (20% s/d 50%).
Berdasarkan kategori unsur hara penyusun biomass kering,
terdiri dari:
- Karbon (C = 44%),
- Oksigen (O = 40%),
- Hidrogen (H = 8%), dan
- Mineral (8%).
9.4 Proses Dekomposisi Bahan Organik
Proses dekomposisi bahan organik melalui 3 reaksi, yaitu:
- Reaksi enzimatik atau oksidasi enzimatik, yaitu: reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon yang terjadi melalui reaksi enzimatik menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida (CO2), air (H2O), energi dan panas;
- Reaksi spesifik berupa mineralisasi dan atau immobilisasi unsur hara essensial berupa hara nitrogen (N), fosfor (P), dan belerang (S);
- Pembentukan senyawa-senyawa baru atau turunan yang sangat resisten berupa humus tanah.
Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka
proses dekomposisi bahan organik digolongkan menjadi 2, yaitu:
- Proses mineralisasi, dan
- Proses humifikasi.
Proses mineralisasi terjadi terutama terhadap bahan organik
dari senyawa-senyawa yang tidak resisten, seperti: selulosa, gula, dan protein.
Proses akhir mineralisasi dihasilkan ion atau hara yang tersedia bagi tanaman.
Proses humifikasi terjadi terhadap bahan organik dari
senyawa-senyawa yang resisten, seperti: lignin, resin, minyak dan lemak. Proses
akhir humifikasi dihasilkan humus yang lebih resisten terhadap proses
dekomposisi.
Urutan kemudahan dekomposisi dari berbagai bahan penyusun
bahan organik tanah dari yang terdekomposisi paling cepat sampai dengan yang
terdekomposisi paling lambat, adalah sebagai berikut:
- Gula, pati, dan protein sederhana,
- Protein kasar (protein yang lebih kompleks),
- Hemiselulosa,
- Selulosa,
- Lemak, minyak dan lilin, serta
- Lignin.
9.5 Pengertian Humus
Humus dapat didefinisikan sebagai senyawa kompleks asal
jaringan organik tanaman (flora) dan atau fauna yang telah dimodifikasi atau
disintesis oleh mikrobia, yang bersifat agak resisten terhadap pelapukan,
berwarna coklat, amorfus (tanpa bentuk/nonkristalin) dan bersifat koloidal.
9.6 Ciri-Ciri Humus
Beberapa ciri dari humus tanah sebagai berikut:
- Bersifat koloidal (ukuran kurang dari 1 mikrometer), karena ukuran yang kecil menjadikan humus koloid ini memiliki luas permukaan persatuan bobot lebih tinggi, sehingga daya jerap tinggi melebihi liat. Ktk koloid organik ini sebesar 150 s/d 300 me/100 g yang lebih tinggi daripada ktk liat yaitu 8 s/d 100 me/100g. Humus memiliki daya jerap terhadap air sebesar 80% s/d 90% dan ini jauh lebih tinggi daripada liat yang hanya 15% s/d 20%. Humus memiliki gugus fungsional karboksil dan fenolik yang lebih banyak.
- Daya kohesi dan plastisitas rendah, sehingga mengurangi sifat lekat tanah dan membantu granulasi aggregat tanah.
- Tersusun dari lignin, poliuronida, dan protein kasar.
- Berwarna coklat kehitaman, sehingga menyebabkan warna tanah menjadi gelap.
9.7 Peranan Bahan Organik Terhadap Tanah
Bahan organik dapat berpengaruh terhadap perubahan terhadap
sifat-sifat tanah berikut:
- Sifat fisik tanah,
- Sifat kimia tanah, dan
- Sifat biologi tanah.
Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat fisik tanah,
meliputi:
- Stimulan terhadap granulasi tanah,
- Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah,
- Menurunkan plastisitas dan kohesi tanah,
- Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil,
- Mempengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam,
- Menetralisir daya rusak butir-butir hujan,
- Menghambat erosi, dan
- Mengurangi pelindian (pencucian/leaching).
9.8 Fungsi Bahan Organik
Bahan organik dalam tanah berfungsi memperbaiki beberapa
sifat kimia tanah, meliputi:
- Meningkatkan hara tersedia dari proses mineralisasi bagian bahan organik yang mudah terurai,
- Menghasilkan humus tanah yang berperanan secara koloidal dari senyawa sisa mineralisasi dan senyawa sulit terurai dalam proses humifikasi,
- Meningkatkan kapasitas tukar kation (ktk) tanah 30 kali lebih besar ketimbang koloid anorganik,
- Menurunkan muatan positif tanah melalui proses pengkelatan terhadap mineral oksida dan kation al dan fe yang reaktif, sehingga menurunkan fiksasi p tanah, dan
- Meningkatkan ketersediaan dan efisiensi pemupukan serta melalui peningkatan pelarutan p oleh asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik.
Fungsi bahan organik dalam tanah memperbaiki sifat biologi
tanah, antara lain adalah:
- Meningkatkan keragaman organisme yang dapat hidup dalam tanah (makrobia dan mikrobia tanah), dan
- Meningkatkan populasi organisme tanah (makrobia dan mikrobia tanah).
Peningkatan baik keragaman mupun populasi berkaitan erat
dengan fungsi bahan organik bagi organisme tanah, yaitu sebagai:
- Bahan organik sebagai sumber energi bagi organisme tanah terutama organisme tanah heterotropik, dan
- Bahan organik sebagai sumber hara bagi organisme tanah.
X. SIFAT FISIKA TANAH
Sifat fisika tanah merupakan salah satu sifat tanah yang
penting diketahui karena mencakup beberapa sifat berikut: (1) tekstur tanah,
(2) struktur tanah, (3) bobot tanah, (4) warna tanah, dan (5) kadar air tanah.
1. Tekstur Tanah
Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran.
Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah
seperti kerikil, koral sampai batu. Bagian butir tanah yang berukuran kurang
dari 2 mm disebut bahan halus tanah. Bahan halus tanah dibedakan menjadi:
- Pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2 mm.
- Debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050 mm.
- Liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 mm.
Perbandingan ketiga ukuran butir tanah diilustrasikan seperti
dalam Gambar 13 berikut ini.
Gambar 13.
Perbandingan tiga ukuran butir tanah, yaitu: (a) pasir (sand) berukuran 0,05 mm
s/d 2,00 mm, (b) debu (silt) berukuran 0,02 mm s/d 0,05 mm, dan (c) liat (clay)
berukuran kurang dari 0,02 mm.
Menurut Hardjowigeno (1992) tekstur tanah menunjukkan kasar
halusnya tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan antara butir-butir pasir,
debu dan liat. Tekstur tanah dikelompokkan dalam 12 klas tekstur. Kedua belas
klas tektur disajikan dalam Gambar 14. Kedua belas klas tekstur dibedakan
berdasarkan prosentase kandungan pasir, debu dan liat.
Gambar 14. Diagram segi tiga tekstur
tanah yang dibedakan menjadi 12 klas tektur tanah.
Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual
yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk,
sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir
pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:
- Apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir.
- Apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola tetapi mudah sekali hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir Berlempung.
- Apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berpasir.
- Apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung.
- Apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berdebu.
- Apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan dapat digulung dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Debu.
- Apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berliat.
- Apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berpasir.
- Apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berdebu.
- Apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berpasir.
- Apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berdebu.
- Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat.
Hubungan Tekstur Tanah dengan Daya Menahan Air dan
Ketersediaan Hara
Tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yasng lebih
besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah
bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur
kasar. Tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang lebih kecil
sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara.
2. Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir
tanah. Gumpalan struktur tanah ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan
liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik,
oksida-oksida besi, dan lain-lain.
Gumpalan-gumpalan kecil (struktur tanah) ini mempunyai
bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda.
Struktur tanah dikelompokkan dalam 6 bentuk seperti yang
disajikan dalam Gambar 15. Keenam bentuk tersebut adalah:
- Granular, yaitu struktur tanah yang berbentuk granul, bulat dan porous, struktur ini terdapat pada horison A.
- Gumpal (blocky), yaitu struktur tanah yang berbentuk gumpal membuat dan gumpal bersudut, bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat untuk gumpal membulat dan bersudut tajam untuk gumpal bersudut, dengan sumbu horisontal setara dengan sumbu vertikal, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim basah.
- Prisma (prismatic), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya rata, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
- Tiang (columnar), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya membuloat, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
- Lempeng (platy), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih kecil daripada sumbu horizontal, struktur ini ditemukan di horison A2 atau pada lapisan padas liat.
- Remah (single grain), yaitu struktur tanah dengan bentuk bulat dan sangat porous, struktur ini terdapat pada horizon A.
Gambar 15. Beberapa bentuk struktur
tanah, yaitu: (1) granular, (2) gumpal (blocky), (3) prisma (prismatic) , (4)
tiang (colum-nar), (5) lempeng (platy), dan (6) remah (single grain),
Tanah yang terbentuk di daerah dengan curah hujan tinggi
umumnya ditemukan struktur remah atau granular di tanah lapisan atas (top soil)
yaitu di horison A dan struktur gumpal di horison B atau tanah lapisan bawah
(sub soil). Akan tetapi, pada tanah yang terbentuk di daerah
3. Bobot Isi Tanah
Menurut Hanafiah (2005) bahwa bobot tanah merupakan kerapatan
tanah per satuan volume yang dinyatakan dalam dua batasan berikut ini:
- Kerapatan partikel (bobot partikel = BP) adalah bobot massa partikel padat per satuan volume tanah, biasanya tanah mempunyai kerapatan partikel 2,6 gram cm-3, dan
- Kerapatan massa (bobot isi = BI) adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang dikering-ovenkan per satuan volume. Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat.
Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur
granuler mempunyai bobot isi (BI) antara 1,0 gram cm-3 sampai dengan 1,3 gram
cm-3, sedangkan yang bertekstur kasar memiliki bobot isi antara 1,3 gram cm-3
sampai dengan 1,8 gram cm-3.
Sebagai contoh pembanding adalah bobot isi air = 1 gram cm-3
= 1 ton gram cm-3 .
Contoh perhitungan dalam menentukan bobot tanah dengan
menggunakan bobot isi adalah sebagai berikut:
1 hekar tanah yang diasumsikan mempunyai bobot isi (BI) = 1,0
gram cm-3 dengan kedalaman 20 cm, akan mempunyai bobot tanah sebesar:
= {(volume 1 hektar tanah dengan kedalaman 20 cm) x (BI)}
= {(100 m x 100 m x 0,2 m) x (1,0 gram cm-3 )}
= {(2.000 m3) x (1 ton m-3)}
= 2.000 ton
Apabila tanah tersebut mengandung 1% bahan organik, ini
berarti terdapat 20 ton bahan organik per hektar..
4. Warna Tanah
Warna tanah merupakan gabungan berbagai warna komponen
penyusun tanah. Warna tanah berhubungan langsung secara proporsional dari total
campuran warna yang dipantulkan permukaan tanah. Warna tanah sangat ditentukan
oleh luas permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi volumetrik
masing-masing terhadap tanah. Makin luas permukaan spesifik menyebabkan makin dominan
menentukan warna tanah, sehingga warna butir koloid tanah (koloid anorganik dan
koloid organik) yang memiliki luas permukaan spesifik yang sangat luas,
sehingga sangat mempengaruhi warna tanah. Warna humus, besi oksida dan besi
hidroksida menentukan warna tanah. Besi oksida berwarna merah, agak kecoklatan
atau kuning yang tergantung derajat hidrasinya. Besi tereduksi berwarna biru
hijau. Kuarsa umumnya berwarna putih. Batu kapur berwarna putih, kelabu, dan
ada kala berwarna olive-hijau. Feldspar berwarna merah. Liat berwarna kelabu,
putih, bahkan merah, ini tergantung proporsi tipe mantel besinya.
Selain warna tanah juga ditemukan adanya warna karatan
(mottling) dalam bentuk spot-spot. Karatan merupakan warna hasil pelarutan dan
pergerakan beberapa komponen tanah, terutama besi dan mangan, yang terjadi
selama musim hujan, yang kemudian mengalami presipitasi (pengendapan) dan
deposisi (perubahan posisi) ketika tanah mengalami pengeringan. Hal ini
terutama dipicu oleh terjadinya: (a) reduksi besi dan mangan ke bentuk larutan,
dan (b) oksidasi yang menyebabkan terjadinya presipitasi. Karatan berwarna
terang hanya sedikit terjadi pada tanah yang rendah kadar besi dan mangannya,
sedangkan karatan berwarna gelap terbentuk apabila besi dan mangan tersebut mengalami
presipitasi. Karatan-karatan yang terbentuk ini tidak segera berubah meskipun
telah dilakukan perbaikan drainase.
Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi
sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan
tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi
kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap. Sedangkan dilapisan bawah,
dimana kandungan bahan organik umumnya rendah, warna tanah banyak dipengaruhi
oleh bentuk dan banyaknya senyawa Fe dalam tanah. Di daerah berdrainase buruk,
yaitu di daerah yang selalu tergenang air, seluruh tanah berwarna abu-abu
karena senyawa Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+). Pada tanah yang
berdrainase baik, yaitu tanah yang tidak pernah terendam air, Fe terdapat dalam
keadaan oksidasi (Fe3+) misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang berwarna
merah, atau Fe2O3. 3 H2O (limonit) yang berwarna kuning cokelat. Sedangkan pada
tanah yang kadang-kadang basah dan kadang-kadang kering, maka selain berwarna
abu-abu (daerah yang tereduksi) didapat pula becak-becak karatan merah atau
kuning, yaitu di tempat-tempat dimana udara dapat masuk, sehingga terjadi
oksidasi besi ditempat tersebut. Keberadaan jenis mineral kwarsa dapat
menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang.
Menurut Wirjodihardjo dalam Sutedjo dan Kartasapoetra (2002)
bahwa intensitas warna tanah dipengaruhi tiga faktor berikut: (1) jenis mineral
dan jumlahnya, (2) kandungan bahan organik tanah, dan (3) kadar air tanah dan
tingkat hidratasi. Tanah yang mengandung mineral feldspar, kaolin, kapur,
kuarsa dapat menyebabkan warna putih pada tanah. Jenis mineral feldspar
menyebabkan beragam warna dari putih sampai merah. Hematit dapat menyebabkan
warna tanah menjadi merah sampai merah tua. Makin tinggi kandungan bahan
organik maka warna tanah makin gelap (kelam) dan sebaliknya makin sedikit
kandungan bahan organik tanah maka warna tanah akan tampak lebih terang. Tanah dengan
kadar air yang lebih tinggi atau lebih lembab hingga basah menyebabkan warna
tanah menjadi lebih gelap (kelam). Sedangkan tingkat hidratasi berkaitan dengan
kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang ternyata mengarah ke warna reduksi
(gleisasi) yaitu warna kelabu biru hingga kelabu hijau.
Selain itu, Hanafiah (2005) mengungkapkan bahwa warna tanah
merupakan: (1) sebagai indikator dari bahan induk untuk tanah yang beru
berkembang, (2) indikator kondisi iklim untuk tanah yang sudah berkembang lanjut,
dan (3) indikator kesuburan tanah atau kapasitas produktivitas lahan. Secara
umum dikatakan bahwa: makin gelap tanah berarti makin tinggi produktivitasnya,
selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan sebagai berikut:
putih, kuning, kelabu, merah, coklat-kekelabuan, coklat-kemerahan, coklat, dan
hitam. Kondisi ini merupakan integrasi dari pengaruh: (1) kandungan bahan
organik yang berwarna gelap, makin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah
maka tanah tersebut akan berwarna makin gelap, (2) intensitas pelindihan
(pencucian dari horison bagian atas ke horison bagian bawah dalam tanah) dari
ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif proses pelindihan menyebabkan
warna tanah menjadi lebih terang, seperti pada horison eluviasi, dan (3) kandungan
kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah berwarna lebih terang.
Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna tanah
tersebut dengan warna standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram warna
baku ini
disusun tiga variabel, yaitu: (1) hue, (2) value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum
yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap
terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma
menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefiniskan
juga sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan
warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya (19).
Hue dibedakan menjadi 10 warna, yaitu: (1) Y (yellow =
kuning), (2) YR (yellow-red), (3) R (red = merah), (4) RP (red-purple), (5) P
(purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B (brown = coklat), (8) BG
(grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (gray-yellow). Selanjutnya
setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue sebagai berikut: (1) hue = 0 – 2,5;
(2) hue = 2,5 – 5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue = 7,5 – 10. Nilai hue ini
dalam buku hanya ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10.
Berdasarkan buku Munsell Saoil Color Chart nilai Hue
dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5 R; (3) 10 R; (4) 2,5 YR; (5) 5 YR; (6) 7,5
YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu mujlai dari spektrum dominan
paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning (5 Y), selain itu juga
sering ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley) yaitu: (10) 5 G; (11)
5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral).
Value dibedakan dari 0 sampai 8, yaitu makin tinggi value
menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan). Nilai
Value pada lembar buku Munsell Soil Color Chart terbentang secara vertikal dari
bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6; 7; dan 8. Angka 2 paling gelap
dan angka 8 paling terang. Chroma juga dibagi dari 0 sampai 8, dimana makin
tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin
meningkat. Nilai chroma pada lembar buku Munsell Soil Color Chart dengan
rentang horisontal dari kiri ke kanan dengan urutan nilai chroma: 1; 2; 3; 4;
6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan angka 8 warna spektrum paling murni. Nama
warna tersebut dapat dilihat dari Buku Munsell Soil Color Chart yang disajikan
dalam Gambar 16 dan foto detil halaman buku tersebut disajikan dalam Gambar 17.
Pencatatan warna tanah dapat menggunakan buku Munsell Soil
Color Chart, sebagai contoh:
- Tanah berwarna 7,5 YR 5/4 (coklat), yang berarti bahwa warna tanah mempunyai nilai hue = 7,5 YR, value = 5, chroma = 4, yang secara keseluruhan disebut berwarna coklat.
- Tanah berwarna 10 R 4/6 (merah), yang berarti bahwa warna tanah tersebut mempunyai nilai hue =10 R, value =4 dan chroma = 6, yang secara keseluruhan disebut berwarna merah.
Selanjutnya, jika ditemukan tanah dengan beberapa warna, maka
semua warna harus disebutkan dengan menyebutkan juga warna tanah yang
dominannya. Warna tanah akan berbeda bila tanah basah, lembab, atau kering,
sehingga dalam menentukan warna tanah perlu dicatat apakah tanah tersebut dalam
keadaan basah, lembab, atau kering.
Gambar 16. Buku Munsell Soil Color
Chart yang digunakan sebagai standar
warna untuk penetapan warna tanah.
Gambar 17.
Lembaran warna standar dari buku Munsell Soil Color Chart yang terdiri dari
tiga variable, yaitu: hue, value, dan chroma. Nilai hue tertera sebelah kanan
paling atas (10 YR). Nilai value tertera secara vertical disebelah kiri dengan
nilai: 2; 3; 4; 5; 6; 7; dan 8 dari bawah ke atas. Nilai chroma tertera secara
horisontal paling bawah dengan nilai: 1; 2; 3; 4; 6; dan 8 dari kiri ke
kanan.
5. Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah menunjukkan integrasi antara kekuatan daya
kohesi butir-butir tanah dengan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda
lain. Keadaan tersebut ditunjukkan dari daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah
bentuk. Gaya
yang akan mengubah bentuk tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan
penggaruan. Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa tanah-tanah yang mempunyai
konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah
tanah.
Penetapan konsistensi tanah dapat dilakukan dalam tiga
kondisi, yaitu: basah, lembab, dan kering. Konsistensi basah merupakan
penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah di atas kapasitas
lapang (field cappacity). Konsistensi lembab merupakan penetapan konsistensi
tanah pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang. Konsistensi kering
merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah kering
udara.
Pada kondisi basah, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan
tingkat plastisitas dan tingkat kelekatan. Tingkatan plastisitas ditetapkan
dari tingkatan sangat plastis, plastis, agak plastis, dan tidak plastis (kaku).
Tingkatan kelekatan ditetapkan dari tidak lekat, agak lekat, lekat, dan sangat
lekat.
Pada kondisi lembab, konsistensi tanah dibedakan ke dalam
tingkat kegemburan sampai dengan tingkat keteguhannya. Konsistensi lembab
dinilai mulai dari: lepas, sangat gembur, gembur, teguh, sangat teguh, dan
ekstrim teguh. Konsistensi tanah gembur berarti tanah tersebut mudah diolah,
sedangkan konsistensi tanah teguh berarti tanah tersebut agak sulit dicangkul.
Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan
tingkat kekerasan tanah. Konsistensi kering dinilai dalam rentang lunak sampai
keras, yaitu meliputi: lepas, lunak, agak keras, keras, sangat keras, dan
ekstrim keras.
Cara penetapan konsistensi untuk kondisi lembab dan kering
ditentukan dengan meremas segumpal tanah. Apabila gumpalan tersebut mudah
hancur, maka tanah dinyatakan berkonsistensi gembur untuk kondisi lembab atau
lunak untuk kondisi kering. Apabila gumpalan tanah sukar hancur dengan cara
remasan tersebut maka tanah dinyatakan berkonsistensi teguh untuk kondisi
lembab atau keras untuk kondisi kering.
Dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada
jari, yaitu kategori: melekat atau tidak melakat. Selain itu, dapat pula
berdasarkan mudah tidaknya membentuk bulatan, yaitu: mudah membentuk bulatan
atau sukar membentuk bulatan; dan kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut
(plastis atau tidak plastis). Secara lebih terinci cara penentuan konsistensi
tanah dapat dilakukan sebagai berikut:
(1) Konsistensi Basah
1.1 Tingkat Kelekatan, yaitu menyatakan tingkat kekuatan daya
adhesi antara butir-butir tanah dengan benda lain, ini dibagi 4 kategori:
- Tidak Lekat (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak melekat pada jari tangan atau benda lain.
- Agak Lekat (Nilai 1): yaitu dicirikan sedikit melekat pada jari tangan atau benda lain.
- Lekat (Nilai 2): yaitu dicirikan melekat pada jari tangan atau benda lain.
- Sangat Lekat (Nilai 3): yaitu dicirikan sangat melekat pada jari tangan atau benda lain.
1.2 Tingkat Plastisitas, yaitu menunjukkan kemampuan tanah
membentuk gulungan, ini dibagi 4 kategori berikut:
- Tidak Plastis (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak dapat membentuk gulungan tanah.
- Agak Plastis (Nilai 1): yaitu dicirikan hanya dapat dibentuk gulungan tanah kurang dari 1 cm.
- Plastis (Nilai 2): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm dan diperlukan sedikit tekanan untuk merusak gulungan tersebut.
- Sangat Plastis (Nilai 3): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm dan diperlukan tekanan besar untuk merusak gulungan tersebut.
(2) Konsistensi Lembab
Pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang,
konsistensi dibagi 6 kategori sebagai berikut:
- Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan tanah tidak melekat satu sama lain atau antar butir tanah mudah terpisah (contoh: tanah bertekstur pasir).
- Sangat Gembur (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah sekali hancur bila diremas.
- Gembur (Nilai 2): yaitu dicirikan dengan hanya sedikit tekanan saat meremas dapat menghancurkan gumpalan tanah.
- Teguh / Kokoh (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan agak kuat saat meremas tanah tersebut agar dapat menghancurkan gumpalan tanah.
- Sangat Teguh / Sangat Kokoh (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukannya tekanan berkali-kali saat meremas tanah agar dapat menghancurkan gumpalan tanah tersebut.
- Sangat Teguh Sekali / Luar Biasa Kokoh (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan tidak hancurnya gumpalan tanah meskipun sudah ditekan berkali-kali saat meremas tanah dan bahkan diperlukan alat bantu agar dapat menghancurkan gumpalan tanah tersebut.
(3) Konsistensi Kering
Penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah
kering udara, ini dibagi 6 kategori sebagai berikut:
- Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan butir-butir tanah mudah dipisah-pisah atau tanah tidak melekat satu sama lain (misalnya tanah bertekstur pasir).
- Lunak (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah hancur bila diremas atau tanah berkohesi lemah dan rapuh, sehingga jika ditekan sedikit saja akan mudah hancur.
- Agar Keras (Nilai 2): yaitu dicirikan gumpalan tanah baru akan hancur jika diberi tekanan pada remasan atau jika hanya mendapat tekanan jari-jari tangan saja belum mampu menghancurkan gumpalan tanah.
- Keras (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan makin susah untuk menekan gumpalan tanah dan makin sulitnya gumpalan untuk hancur atau makin diperlukannya tekanan yang lebih kuat untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah.
- Sangat Keras (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan yang lebih kuat lagi untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah makin sangat sulit ditekan dan sangat sulit untuk hancur.
- Sangat Keras Sekali / Luar Biasa Keras (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan diperlukannya tekanan yang sangat besar sekali agar dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah baru bisa hancur dengan menggunakan alat bantu (pemukul).
Beberapa faktor yang mempengaruhi konsistensi tanah adalah:
- Tekstur tanah,
- Sifat dan jumlah koloid organik dan anorganik tanah,
- Sruktur tanah, dan
- Kadar air tanah.
6. Air Tanah dan Kadar Air Tanah
Menurut Hanafiah (2005) bahwa air merupakan komponen penting
dalam tanah yang dapat menguntungkan dan sering pula merugikan. Beberapa
peranan yang menguntungkan dari air dalam tanah adalah:
- Sebagai pelarut dan pembawa ion-ion hara dari rhizosfer ke dalam akar tanaman.
- Sebagai agen pemicu pelapukan bahan induk, perkembangan tanah, dan differensi horison.
- Sebagai pelarut dan pemicu reaksi kimia dalam penyediaan hara, yaitu dari hara tidak tersedia menjadi hara yang tersedia bagi akar tanaman.
- Sebagai penopang aktivitas mikrobia dalam merombak unsur hara yang semula tidak tersedia menjadi tersedia bagi akar tanaman.
- Sebagai pembawa oksigen terlarut ke dalam tanah.
- Sebagai stabilisator temperatur tanah.
- Mempermudah dalam pengolahan tanah.
Selain beberapa peranan yang menguntungkan diatas, air tanah
juga menyebabkan beberapa hal yang merugikan, yaitu:
- Mempercepat proses pemiskinan hara dalam tanah akibat proses pencucian (perlin-dian/leaching) yang terjadi secara intensif.
- Mempercepat proses perubahan horizon dalam tanah akibat terjadinya eluviasi dari lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah.
- Kondisi jenuh air menjadikan ruang pori secara keseluruhan terisi air sehingga menghambat aliran udara ke dalam tanah, sehingga mengganggu respirasi dan serapan hara oleh akar tanaman, serta menyebabkan perubahan reaksi tanah dari reaksi aerob menjadi reaksi anaerob.
Hubungan tekstur tanah dan kadar air
Tekstur tanah yang berbeda mempunyai kemampuan menahan air
yang berbeda pula. Tanah bertekstur halus, contohnya: tanah bertekstur liat,
memiliki ruang pori
halus yang lebih banyak, sehingga berkemampuan menahan air lebih banyak.
Sedangkan tanah bertekstur kasar, contohnya: tanah bertekstur pasir, memiliki
ruang pori
halus lebih sedikit, sehingga kemampuan manahan air lebih sedikit pula. Sketsa
yang menggambarkan hubungan antara tekstur tanah dengan kemampuan tanah dalam
menahan air disajikan dalam Gambar 18 berikut.
Gambar 18.
Kapasitas menahan air yang berbeda dari tanah dengan kelas tekstur berbeda.
Tanah bertekstur liat atau clay soil (B) memiliki daya menahan air lebih banyak
dibandingkan dengan tanah dengan kondisi optimum atau optimum soil (A), dan
sebaliknya tanah bertekstur pasir atau sandy soil (C) memiliki daya menahan air
yang jauh lebih rendah daripada tanah bertekstur optimum (A).
Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa air terdapat dalam tanah
karena ditahan (diserap) oleh massa
tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang
kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya
adhesi, kohesi, dan gravitasi. Karena adanya gaya-gaya tersebut maka air dalam
tanah dapat dibedakan menjadi:
- Air hidroskopik, adalah air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak dapat digunakan tanaman, kondisi ini terjadi karena adanya gaya adhesi antara tanah dengan air. Air hidroskopik merupakan selimut air pada permukaan butir-butir tanah.
- Air kapiler, adalah air dalam tanah dimana daya kohesi (gaya tarik menarik antara sesama butir-butir air) dan daya adhesi (antara air dan tanah) lebih kuat dari gravitasi. Air ini dapat bergerak secara horisontal (ke samping) atau vertikal (ke atas) karena gaya-gaya kapiler. Sebagian besar dari air kapiler merupakan air yang tersedia (dapat diserap) bagi tanaman.
Dalam menentukan jumlah air tersedia bagi tanaman beberapa
istilah dibawah ini perlu dipahami, yaitu:
- Kapasitas Lapang: adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar-akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama semakin kering. Pada suatu saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu (titik layu permanen).
- Titik Layu Permanen: adalah kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu. Tanaman akan tetap layu baik pada siang ataupun malam hari.
- Air Tersedia: adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman, yaitu selisih antara kadar air pada kapasitas lapang dikurangi dengan kadar air pada titik layu permanen.
Kandungan air pada kapasitas lapang ditunjukkan oleh
kandungan air pada tegangan 1/3 bar, sedangkan kandungan air pada titik layu
permanen adalah pada tegangan 15 bar. Air yang tersedia bagi tanaman adalah air
yang terdapat pada tegangan antara 1/3 bar sampai dengan 15 bar.
Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan
besarnya tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut. Besarnya
tegangan air menunjukkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk menahan air
tersebut di dalam tanah. Tegangan diukur dalam bar atau atmosfir atau cm air
atau logaritma dari cm air yang disebut pF. Satuan bar dan atmosfir sering
dianggap sama karena 1 atm = 1,0127 bar.
Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh
tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih
kecil daripada tanah bertekstur halus. Oleh karena itu, tanaman yang ditanam
pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur
lempung atau liat.
Kondisi kelebihan air ataupun kekurangan air dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman.
Beberapa fungsi air bagi pertumbuhan tanaman adalah:
- Sebagai unsur hara tanaman:
- Tanaman memerlukan air dari tanah bersamaan dengan kebutuhan co2 dari udara untuk membentuk gula dan karbohidrat dalam proses fotosintesis.
- Sebagai pelarut unsur hara:
- Unsur-unsur hara yang terlarut dalam air diserap oleh akar-akar tanaman dari larutan tersebut.
- Sebagai bagian dari sel-sel tanaman: air merupakan bagian dari protoplasma sel tanaman.
Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi:
- Banyaknya curah hujan atau air irigasi,
- Kemampuan tanah menahan air,
- Besarnya evapotranspirasi (penguapan langsung melalui tanah dan melalui vegetasi),
- Tingginya muka air tanah,
- Kadar bahan organik tanah,
- Senyawa kimiawi atau kandungan garam-garam, dan
- Kedalaman solum tanah atau lapisan tanah.
XI. KIMIA TANAH
Sifat kimia tanah sangat penting karena mempengaruhi dan
menentukan kondisi kesuburan suatu tanah. Mempelajari kimia tanah perlu
dilandasi dengan pemahaman terhadap bagian fraksi yang reaktif dalam tanah yang
disebut dengan koloid tanah, reaksi tanah (pH), dan kandungan hara tanah, serta
status ketersediaan hara bagi tanaman.
11.1 Komponen Aktif Tanah
Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu
dan liat. Ketiga komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang
berbeda. Partikel pasir berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2000
mikrometer. Partikel debu berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang
dari 200 mikrometer. Partikel liat berukuran kurang dari 2 mikrometer. Makin
halus ukuran partikel penyusun tanah tersebut akan memiliki luas permukaan
partikel per satuan bobot makin luas. Partikel tanah yang memiliki permukaan
yang lebih luas memberi kesempatan yang lebih banyak terhadap terjadinya reaksi
kimia. Partikel liat persatuan bobot memiliki luas permukaan yang lebih luas
dibandingkan dengan kedua partikel penyusun tekstur tanah lain (seperti: debu
dan pasir). Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada permukaan patikel liat lebih
banyak daripada yang terjadi pada permukaan partikel debu dan pasir persatuan
bobot yang sama. Dengan demikian, partikel liat adalah komponen tanah yang
paling aktif terhadap reaksi kimia, sehingga sangat menentukan sifat kimia
tanah dan mempengaruhi kesuburan tanah.
11.2 Beberapa Sifat Kimia Tanah
Beberapa sifat kimia tanah yang penting untuk diketahui dan
dipahami serta tergolong analisis sifat kimia tanah secara rutin yaitu:
- pH tanah,
- Kandungan karbon organik,
- Kandungan nitrogen,
- Rasio karbon dan nitrogen (c/n),
- Kandungan fosfor tanah, terdiri dari: p-tersedia dan p-total tanah,
- Kandungan kation basa dapat dipertukarkan,
- Kandungan kation asam,
- Kejenuhan basa (kb), dan
- Kapasitas tukar kation (ktk), mencakup: ktk liat, ktk tanah, ktk efektif, ktk muatan permanen dan ktk muatan tergantung ph tanah, serta
- Kejenuhan aluminium.
11.3 Pengertian Kapasitas Tukar Kation
Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan
ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah adalah
Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Cation Exchangable Cappacity (CEC). KTK
merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan (cation exchangable)
pada permukaan koloid yang bermuatan negatif. Satuan hasil pengukuran KTK
adalah milliequivalen kation dalam 100 gram tanah atau me kation per 100 g
tanah.
11.3.1 KTK Liat, KTK Organik, dan KTK Tanah
Berdasarkan pada jenis koloid yang bermuatan negatif, KTK
dapat dikelompok-kan menjadi tiga, yaitu:
- KTK koloid anorganik atau dikenal sebagai KTK liat tanah,
- KTK koloid organik atau dikenal sebagai KTK organik tanah, dan
- KTK total atau KTK tanah.
11.3.1.1 KTK Koloid Anorganik (KTK Liat)
KTK liat adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada
permukaan koloid anorganik (koloid liat) yang bermuatan negatif. Nilai KTK liat
tergantung dari jenis liat, sebagai contoh:
- Liat Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
- Liat Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g.
- Liat Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
- Liat Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.
11.3.1.2 KTK Koloid Organik
KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik
tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid
organik yang bermuatan negatif.
Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai KTK koloid anorganik. Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100
g sampai dengan 300 me/100 g.
11.3.1.3 KTK Total atau KTK Tanah
KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).
11.3.2 Perbedaan KTK Tanah Berdasarkan Sumber Muatan Negatif
Berdasarkan sumber muatan negatif tanah, nilai KTK tanah
dibedakan menjadi 2, yaitu:
- KTK muatan permanen, dan
- KTK muatan tidak permanen.
11.3.2.1 KTK Muatan Permanen
KTK muatan permanen adalah jumlah kation yang dapat
dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif berasal
dari mekanisme substitusi isomorf. Substitusi isomorf adalah mekanisme
pergantian posisi antar kation dengan ukuran atau diameter kation hampir sama
tetapi muatan berbeda. Substitusi isomorf ini terjadi dari kation bervalensi
tinggi dengan kation bervalensi rendah di dalam struktur lempeng liat, baik
lempeng liat Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron.
Contoh peristiwa terjadinya muatan negatif diatas adalah: (a). terjadi substitusi isomorf dari posisi Si dengan muatan 4+ pada struktur lempeng liat Si-tetrahedron oleh Al yang bermuatan 3+, sehingga terjadi kelebihan muatan negatif satu, (b). terjadinya substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ pada struktur liat Al-oktahedron oleh Mg yang bermuatan 2+, juga terjadi muatan negatif satu, dan (c). terjadi substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ dari hasil substitusi isomorf terdahulu pada lempeng liat Si-tetrahedron yang telah bermuatan neatif satu, digantikan oleh Mg yang bermuatan 2+, maka terjadi lagi penambahan muatan negatif satu, sehingga terbentuk muatan negatif dua pada lempeng liat Si-tetrahedron tersebut. Muatan negatif yang terbentuk ini tidak dipengaruhi oleh terjadinya perubahan pH tanah. KTK tanah yang terukur adalah KTK muatan permanen.
11.3.2.2 KTK Muatan Tidak Permanen
KTK muatan tidak permanen atau KTK tergantung pH tanah adalah
jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber
muatan negatif liat bukan berasal dari mekanisme substitusi isomorf tetapi
berasal dari mekanisme patahan atau sembulan di permukaan koloid liat, sehingga
tergantung pada kadar H+ dan OH-
dari larutan tanah.
11.3.3 Hasil Pengukuran KTK Tanah
Berdasarkan teknik pengukuran dan perhitungan KTK tanah di
laboratorium, maka nilai KTK dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
- KTK Efektif, dan
- KTK Total.
11.4 Kriteria Penilaian Status Kimia Tanah
Berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno
(1987), bahwa sebagian besar kriteria status sifat kimia tanah dikelompokkan
kedalam lima
kategori, yaitu:
- Sangat rendah,
- Rendah,
- Sedang,
- Tinggi, dan
- Sangat tinggi.
11.4.1 Karbon Organik Tanah
Nilai prosentase karbon organik (C-organik) dalam tanah
dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk C(%) kurang dari 1,00,
- Rendah untuk C(%) berkisar antara 1,00 s/d 2,00,
- Sedang untuk C(%) berkisar antara 2,01 s/d 3,00,
- Tinggi untuk C(%) berkisar antara 3,01 s/d 5,00 dan
- Sangat tinggi untuk C(%) lebih dari 5,00.
11.4.2 Nitrogen Tanah
Nilai prosentase nitrogen dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
- Sangat rendah untuk N(%) kutang dari 0,10,
- Rendah untuk N(%) berkisar antara 0,10 s/d 0,20,
- Sedang untuk N(%) berkisar antara 0,21 s/d 0,50,
- Tinggi untuk N(%) berkisar antara 0,51 s/d 0,75 dan
- Sangat tinggi untuk N(%) lebih dari 0,75.
11.4.3 C/N Ratio
Nilai C/N ratio dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori sebagai
berikut:
- Sangat rendah untuk C/N < 5,
- Rendah untuk C/N berkisar antara 5 s/d 10,
- Sedang untuk C/N berkisar antara 11 s/d 15,
- Tinggi untuk C/N berkisar antara 16 s/d 25 dan
- Sangat tinggi untuk C/N lebih dari 25.
11.4.4 P2O5 metode HCl
Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode HCl,
dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk mg P2O5/100 g tanah < 10,
- Rendah untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 10 s/d 20,
- Sedang untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 21 s/d 40,
- Tinggi untuk mg P2O5 /100 g tanah berkisar antara 41 s/d 60 dan
- Sangat tinggi untuk mg P2O5/100 g tanah lebih dari 60.
11.4.5 P2O5 metode Bray I
Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode Bray I,
dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk ppm P2O5 < 10,
- Rendah untuk ppm P2O5 berkisar antara 10 s/d 15,
- Sedang untuk ppm P2O5 berkisar antara 16 s/d 25,
- Tinggi untuk ppm P2O5 berkisar antara 26 s/d 35 dan
- Sangat tinggi untuk ppm P2O5 lebih dari 35.
11.4.6 P2O5 Olsen
Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode Olsen,
dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk ppm P2O5 < 10,
- Rendah untuk ppm P2O5 berkisar antara 10 s/d 25,
- Sedang untuk ppm P2O5 berkisar antara 26 s/d 45,
- Tinggi untuk ppm P2O5 berkisar antara 46 s/d 60 dan
- Sangat tinggi untuk ppm P2O5 lebih dari 60.
11.4.7 K2O HCl 25%
Nilai K2O (mg/100g) dalam tanah yang terukur dengan metode
HCl 25%, dike-lompokkan dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk mg K2O/100 g tanah < 10,
- Rendah untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 10 s/d 20,
- Sedang untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 21 s/d 40,
- Tinggi untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 41 s/d 60 dan
- Sangat tinggi untuk mg K2O/100 g tanah lebih dari 60.
11.4.8 KTK (Kapasitas Tukar Kation)
Nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah (mg/100g)
dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk nilai KTK (mg/100 g) < 5,
- Rendah untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 5 s/d 16,
- Sedang untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 17 s/d 24,
- Tinggi untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 25 s/d 40, dan
- Sangat tinggi untuk nilai KTK (mg/100g) > 40.
11.4.9 Kation-Kation Basa Tanah
Kation basa tanah yang dapat dipertukarkan secara rutin
dianalisis meliputi: K-dd, Na-dd, Mg-dd, dan Ca-dd. Keempat kation basa ini
dikelompokkan dalam lima
kategori. Uraian setiap kation basa dengan kelima kategorinya disajikan sebagai
berikut.
11.4.9.1 Kalium Dapat Dipertukarkan
Nilai Kalium dapat ditukar atau K-dd (me/100g) dalam tanah
dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk nilai K-dd (mg/100 g) < 0,1,
- Rendah untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,1 s/d 0,2,
- Sedang untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,3 s/d 0,5,
- Tinggi untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,6 s/d 1,0, dan
- Sangat tinggi untuk nilai K-dd (mg/100g) > 1,0.
11.4.9.2 Natrium Dapat Dipertukarkan
Nilai Natrium dapat ditukar atau Na-dd (me/100g) dalam tanah
dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk nilai Na-dd (mg/100 g) < 0,1,
- Rendah untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,1 s/d 0,3,
- Sedang untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,4 s/d 0,7,
- Tinggi untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,8 s/d 1,0, dan
- Sangat tinggi untuk nilai Na-dd (mg/100g) > 1,0.
11.4.9.3 Magnesium Dapat Dipertukarkan
Nilai Magnesium dapat ditukar atau Mg-dd (me/100g) dalam
tanah dikelompok-kan dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) < 0,4,
- Rendah untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,4 s/d 0,1,
- Sedang untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 1,1 s/d 2,0,
- Tinggi untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 2,1 s/d 8,0 dan
- Sangat tinggi untuk nilai Mg-dd (mg/100g) > 8,0.
11.4.9.4 Kalsium Dapat Dipertukarkan
Nilai Kalsium dapat ditukar atau Ca-dd (me/100g) dalam tanah
dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) < 2,
- Rendah untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 2 s/d 5,
- Sedang untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 6 s/d 10,
- Tinggi untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 11 s/d 20 dan
- Sangat tinggi untuk nilai Ca-dd (mg/100g) > 20.
11.4.10 Kejenuhan Basa
Nilai prosentase kejenuhan basa tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
- Sangat rendah untuk Kej. Basa (%) < 20,
- Rendah untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 20 s/d 35,
- Sedang untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 36 s/d 50,
- Tinggi untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 51 s/d 70 dan
- Sangat tinggi untuk Kej. Basa (%) lebih dari 70.
11.4.11 Kejenuhan Aluminium
Nilai prosentase kejenuhan aluminium tanah dikelompokkan
dalam lima
kategori berikut:
- Sangat rendah untuk Kej. Al (%) < 10,
- Rendah untuk Kej. Al (%) berkisar antara 10 s/d 20,
- Sedang untuk Kej. Al (%) berkisar antara 21 s/d 30,
- Tinggi untuk Kej. Al (%) berkisar antara 31 s/d 60 dan
- Sangat tinggi untuk Kej. Al (%) lebih dari 60.
11.4.12 Kemasaman Tanah (pH)
Pengelompokan kemasaman tanah berbeda dengan pengelompokkan
terhadap sifat kimia tanah lain, karena untuk kemasaman tanah (pH)
dikelompokkan dalam enam kategori berikut:
- Sangat masam untuk ph tanah < 4,5
- Masam untuk ph tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5
- Agak masam untuk ph tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5
- Netral untuk ph tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5
- Agak alkalis untuk ph tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5
- Alkalis untuk ph tanah > 8,5.
XII. SIFAT BIOLOGI TANAH
Beberapa sifat biologi tanah utama yang perlu dipelajari
adalah: (1) keragaman jenis organisme yang hidup dalam tanah, (2) keberadaan
jenis organisme tanah yang bermanfaat, (3) populasi organisme dan (4) aktivitas
metabolisme organisme tanah.
12.1 Pengertian Organisme tanah
Organisme tanah atau disebut juga biota tanah merupakan semua
makhluk hidup baik hewan (fauna) maupun tumbuhan (flora) yang seluruh atau
sebagian dari fase hidupnya berada dalam sistem tanah.
12.2 Pengelompokan Organisme Tanah
Organisme yang hidup dalam tanah dikelompokan berdasarkan
berbagai kategori, sebagai berikut:
12.2.1 Berdasarkan peranannya bagi tanaman
Berdasarkan peranan organisme tanah terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman, organisme tanah dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
- Organisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
- Organisme yang merugikan tanaman, dan
- Organisme yang tidak menguntungkan dan tidak merugikan.
Beberapa contoh organisme tanah yang menguntungkan bagi
pertumbuhan dan hasil tanaman adalah:
- Organisme tanah yang dapat menyumbangkan nitrogen ke tanah dan tanaman, yaitu: bakteri pemfiksasi nitrogen (Rhizobium, Azosphirillum, Azotobacter, dll),
- Organisme tanah yang dapat melarutkan fosfat, yaitu: bakteri pelarut fosfat (Pseudomonas) dan fungi pelarut fosfat,
- Organisme tanah yang dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, yaitu: cacing tanah.
- Organisme tanah yang dapat meningkatkan jangkauan akar terhadap hara tanah dan meningkatkan transfortasi hara P dari tanah ke akar tanaman, yaitu: mikoriza.
12.2.2 Berdasarkan Ukuran
Verstrade tahun 1980 mengelompokkan organisme yang hidup
dalam tanah berdasarkan ukuran menjadi tiga kelompok, yaitu:
- Makro : > 10 mm
- Meso : antara 200 mm 10.000 mm atau 0,2 mm 10 mm
- Mikro : <>
12.2.3 Berdasarkan Sumber Karbon dan Sumber Energi
Dawes dan Sutherland tahun 1976 mengelompokkan organisme
tanah berdasar-kan sumber karbon dan sumber energi yang digunakan oleh
organisme tersebut dan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
- Organisme Autotrophik, yaitu organisme tanah yang memperoleh karbon bersumber dari udara melalui proses fotosintesis,
- Organisme Heterotrophik, yaitu organisme yang memperoleh karbon bersumber dari perombakan bahan organik,
- Organisme Chemotrophik, yaitu organisme tanah yang memperoleh energi bersum-ber dari energi yang dibebaskan dalam reaksi kimia dalam tanah, dan
- Organisme Fhototrophik, yaitu organisme tanah yang memperoleh energi bersumber dari energi cahaya matahari.
Organisme tanah yang memperoleh karbon dari udara melalui
proses fotosintesis dengan sumber energi dari cahaya matahari disebut sebagai
organisme fotoautotrop. Organisme tanah yang memperoleh karbon dari perobakana
bahan organik yang ada dalam tanah dengan sumber energi dari cahaya matahari
disebut sebagai organisme fotoheterotrop. Organisme tanah yang memperoleh
karbon bersumber dari dekomposisi bahan bahan organik dalam tanah dengan sumber
energi dari energi hasil reaksi kimia dalam tanah disebut sebagai organisme
chemoheterotrop.
12.2.4 Berdasarkan Kebutuhan Oksigen
Alexander tahun 1978 mengelompokkan organisme tanah
berdasarkan kebutuhan oksigen (O2) menjadi tiga kelompok, yaitu:
- Organisme aerob, yaitu organisme tanah yang semasa hidupnya membutuhkan oksigen atau organisme yang dapat hidup dalam kondisi aerob (ada oksigen).
- Organisme anaerob, yaitu organisme tanah yang semasa hidupnya tidak membu-tuhkan oksigen bebas atau organisme yang dapat hidup dalam kondisi tergenang tanpa oksigen dan tidak dapat hidup (mati) apabila ada oksigen.
- Organisme mikroaerofilik, yaitu organisme yang dapat hidup dalam kondisi oksigen yang sangat sedikit.
12.2.5 Berdasarkan pH Optimum Pertumbuhan Organisme
Alexander tahun 1978 mengelompokkan organisme tanah berdasarkan
pH optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan organisme tersebut, yaitu menjadi
tiga kelompok sebagai berikut:
- Kelompok organisme yang tumbuh optimum pada ph rendah (< style=""> fungi.
- Kelompok organisme yang tumbuh optimum pada ph tinggi (> 7,5), contohnya pada tanah dengan ph alkali didominasi bakteri dan aktinomicetes.
- Kelompok organisme yang tumbuh optimum pada ph netral berkisar 6,5 s/d 7,5.
12.3 Klasifikasi Organisme Tanah
Secara umum organisme tanah diklasifikasikan menjadi dua
kelompok sebagai berikut:
- Fauna (hewan) tanah, dan
- Flora (tumbuhan) tanah.
12.3.1 Fauna Tanah
Hewan atau fauna tanah diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
(1) makro fauna, (2) meso fauna, dan (3) mikro fauna. Penjelasan lebih rinci
disajikan sebagai berikut.
12.3.1.1 Makro Fauna
Makro fauna adalah semua hewan tanah yang dapat dilihat
langsung dengan mata tanpa bantuan mikroskop dan berukuran lebih dari 10 mm.
Makro fauna tanah terdiri dari:
- Hewan-hewan besar pelubang tanah seperti: tikus dan kelinci,
- Cacing tanah,
- Arthropoda, meliputi: crustacea (kepiting tanah dan udang tanah), chilopoda (kelabang), diplopoda (kaki seribu), arachnida (lebah, kutu, dan kalajengking) dan insekta (belalang, jangkrik, semut, dan rayap),
- Moluska.
12.3.1.2 Meso Fauna
Meso fauna adalah semua hewan tanah yang berukuran lebih
kecil berkisar antara 0,2 mm s/d 10 mm, sehingga dapat dilihat jelas dengan
bantuan kaca pembesar. Makro fauna tanah terdiri dari: Collembola, Acari,
Enchytraeida, Protura, Diplura, Paraupoda, dll.
12.3.1.3 Mikro Fauna
Mikro fauna adalah hewan tanah yang berukuran sangat kecil
yaitu kurang dari 0,2 mm. Mikro fauna terdiri dari: (a) Protozoa, seperti:
amoeba, flagelata, dan ciliata, dan (b) Nematoda, seperti: omnivorous dan
Predaceus.
12.3.2 Flora Tanah
Tumbuhan atau flora tanah diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu:
- Makro Flora, yaitu: akar dari tumbuhan tingkat tinggi yang berada dalam tanah.
- Mikro Flora, yaitu flora tanah yang dapat dilihat lebih jelas dan rinci dengan bantuan mikroskop, terdiri dari: (a) fungi, (b) bakteri, (c) actinomycetes, dan (d) algae.
Beberapa karakteristik utama dari masing-masing mikroflora
disajikan sebagai berikut:
- Fungi: tidak berklorofil, tetapi bermiselia (hyfa), populasi: 1.000.000/gram tanah, bobot: 1 s/d 1,2 ton/hektar, beberapa contoh fungi tanah adalah: Penecillium, Mucor, Trichoderma, Aspergillus dan Mikoriza;
- Bakteri: populasinya berkisar antara 3 milyar/gram sampai dengan 4 milyar/gram tanah, bobot sekitar 400 kg/hektar sampai dengan 500 kg/hektar, bakteri bentuk batang > coccus > spiral, beberapa contoh bakteri tanah adalah: Bacillus, Rhizobium, Pseudomonas, Azotobacter, Bejerinkia, dll;
- Aktinomicetes: mimiliki miselia tetapi lebih kecil, populasi berkisar antara 15 juta/gram tanah sampai dengan 20 juta/gram tanah, bobot berkisar 500 kg/hektar sampai dengan 600 kg/hektar, mampu merombak lignin atau berperan dalam merombak bahan organik, salah satu contoh aktinomicetes tanah adalah Streptomices.
- Algae: berklorofil, hidup dekat permukaan tanah, populasi: 800.000/gram tanah, dan beberapa contoh algae tanah adalah: Algae Hijau (Green Algae) dan Alga Hijau Biru (Blue Green Algae).
12.3.2.1 Fungi Tanah
Secara umum berdasarkan sifat hubungan antara fungi dengan
akar tanaman, maka fungi tanah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
- Parasit, yaitu: fungi tanah yang sebagian atau seluruh hidupnya dapat menyebabkan penyakit pada akar tanaman, seperti: penyakit bercak akar kapas,
- Saprofit, yaitu: fungi tanah yang semasa hidupnya mendapatkan makanan (energi) dari dekomposisi bahan organik tanah. Fungi kelompok ini tidak menyebabkan penyakit pada akar tanaman.
- Simbiotik, yaitu: fungi tanah yang semasa hidupnya berada pada akar-akar tanaman dan hubungannya dengan akar tanaman membentuk hubungan yang saling mengun-tungkan, seperti: mikoriza atau jamur akar.
Mikoriza
Mikoriza (Mycorhiza) adalah fungi yang hidup pada permukaan
akar tanaman dan bersifat saling menguntungkan antara Mikoriza dengan akar
tanaman. Berdasarkan perkembangan hifanya pada akar tanaman, mycorhiza dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
- Endomycorhiza, yaitu: Mikoriza yang perkembangan hifanya dapat memasuki sel-sel akar tanaman,
- Ektomycorhiza, yaitu: Mikoriza yang perkembangan hifanya tidak memasuki sel-sel akar tanaman tetapi hanya menyebar pada permukaan akan dan memasuki ruang antar sel-sel akar tanaman, dan
- Ektendomycorhiza, yaitu: Mikoriza yang perkembangan hifanya menyerupai kedua kelompok Mikoriza diatas.
Beberapa genus dari Endomycorhiza yang telah banyak diteliti
oleh para ahli ilmu tanah dan agronomi adalah:
- Gigaspora,
- Glomus,
- Acaulospora,
- dll
Gambar 19 (A)
merupakan gambar akar tanaman yang bersimbiosis dengan fungi dan sebaran hifa
fungi tersebut menjalar ke volume tanah yang lebih luas sehingga memperluas dan
memperpanjang jangkauan akar oleh hifa fungi dalam penyerapan hara. Gambar
preparat irisan melintang dari sel akar tanaman yang terinfeksi mikoriza
disajikan dalam Gambar 19 (B).
Gambar 19.
Sebaran hifa fungi yang bersimbiosis dengan akar tanaman berfungsi mem-perluas
dan memperpanjang jangkauan akar untuk memperoleh hara tanah (A).Gambar
preparat irisan melintang akar tanaman yang terinfeksi mikoriza yang terlihat
adanya vesikel dan arbuskul (B).
12.3.2.2 Bakteri Tanah
Bakteri yang hidup dalam tanah dapat dikelompokkan dalam
beberapa kriteria sebagai berikut:
I. Berdasarkan Sumber Makanan
Bakteri tanah berdasarkan sumber karbon yang digunakan
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
- Bakteri Autotroph atau Bakteri Lithotropik , yaitu: bakteri yang dapat menghasilkan makanan sendiri, contohnya: bakteri nitrifikasi, bakteri denitrifikasi, bakteri pengoksidasi belerang, bakteri pereduksi sulfat, dll. Bakteri autotroph ini dikelompokkan lagi berdasarkan sumber energi yang diperlukan, yaitu: (a) Bakteri Photoautotroph atau Bakteri Foto Lithotropik: adalah bakteri yang menghasilkan makanan sendiri dan sumber energi yang digunakan berasal dari Sinar Matahari, dan (b) Bakteri Khemoautotroph atau Bakteri Khemolithotropik: adalah bakteri yang menghasilkan makanan sendiri dan sumber energi yang digunakan dari hasil oksidasi bahan organik, dan
- Bakteri Heterotroph atau Bakteri Organotropik, yaitu: bakteri yang mendapatkan makanan dari bahan organik atau sisa-sisa dari makhluk hidup lain, baik fauna maupun flora, dan baik yang makro maupun yang mikro. Bakteri heterotroph ini pun dikelompokkan lagi berdasarkan sumber makanan, menjadi dua kelompok, yaitu: (a) Bakteri Photoheterotroph atau Bakteri Fotoorganotropik: bakteri yang mendapatkan makanan dari bahan organik atau sisa-sisa makhluk hidup lain dan sumber energi yang digunakan berasal dari Sinar Matahari, dan (b) Bakteri Khemoheterotroph atau Bakteri Khemoorganotropik: bakteri yang mendapatkan makanan dari bahan organik atau sisa-sisa makhluk hidup lain dan sumber energi yang digunakan dari hasil oksidasi bahan organik.
II. Berdasarkan Kebutuhan Oksigen
Bakteri yang hidup dalam tanah berdasarkan kebutuhan terhadap
oksigen (O2) dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
- Bakteri Aerob, yaitu bakteri yang selama hidupnya membutuhkan oksigen (O2),
- Bakteri Anaerob, yaitu bakteri yang selama hidupnya tidak membutuhkan oksigen, bahkan bila terdapat oksigen bakteri ini mati, dan
- Bakteri Mikroaerofilik, yaitu bakteri yang selama hidupnya hanya membutuhkan oksigen dalam jumlah yang sedikit.
III. Berdasarkan Fungsi (Peranan) bagi Penyediaan Hara untuk
Tanaman
Bakteri yang hidup dalam tanah berdasarkan fungsi atau
peranannya bagi penyediaan hara untuk tanaman dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
- Bakteri Pemfiksasi Nitrogen,
- Bakteri Pelarut Fosfat,
- Bakteri Pereduksi Sulfat.
1. Bakteri Pemfiksasi Nitrogen
Bakteri Pemfiksasi nitrogen berdasarkan hubungannya dengan
tanaman dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) Simbiosis, (2) Asosiasi, dan (3)
Hidup bebas. Rhizobium merupakan bakteri pemfiksasi nitrogen yang hidup secara
simbiosis dengan akar tanaman inang. Gambar anatomi bakteri disajikan dalam
Gambar 20 dan ilustrasi proses pembentukan bintil akar oleh bakteri rhizobium
disajikan dalam Gambar 21.
Gambar 20. Anatomi bakteri secara
umum
Gambar 21. Ilustrasi proses
pembentukan bintil akar saat terjadi simbiosis antara Rhizobium dengan akar
tanaman inang. Tahap awal (A) dimana akar mengeluarkan eksudat untuk menarik
bakteri, selektifitas jenis bakteri, kecocokan, dan mulai terjadi infeksi pada
bulu akar dan mulai masuk ke dalam sel akar. Tahap lanjutan (B) bakteri mulai
berkembang dan mulai terbentuk bintil akar dan proses fiksasi mulai aktif.
Selain bakteri pemfiksasi nitrogen,
contoh lainnya untuk organisme tanah yang bermanfaat adalah mikrobia pelarut
fosfat (MPF) yang meliputi: (1) bakteri pelarut fosfat (BPF) dan (2) fungi
pelarut fosfat (FPF).
2. Mikrobia Pelarut Fosfat (MPF)
Pengertian Mikrobia Pelarut Fosfat; Mikrobia pelarut fosfat
atau disingkat dengan MPF merupakan terjemahan dari bahasa inggris Phosphate
Solubilizing Microorganisme. Mikrobia Pelarut fosfat (MPF) merupakan
mikroorganisme dalam tanah yang hidup bebas yang dapat melarutkan fosfat
anorganik tanah dari bentuk tidak tersedia bagi tanaman menjadi bentuk-bentuk fosfat
yang tersedia bagi tanaman.
Suku kata bakteri pelarut fosfat (BPF) berasal dari
terjemahan Phosphate Solubilizing Bacteria (PSB). Bakteri pelarut fosfat (BPF)
merupakan Bakteri tanah yang memiliki kemampuan untuk melarutkan fosfat
anorganik tanah dari bentuk-bentuk fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman
menjadi bentuk-bentuk fosfat yang tersedia bagi tanaman. Contoh beberapa
bakteri pelarut fosfat: Pseudomonas, Bacillus, dll.
Sedangkan suku kata fungi pelarut fosfat (FPF) berasal dari
terjemahan Phosphate Solubilizing Fungi (PSF). Fungi pelarut fosfat (BPF)
merupakan fungi tanah yang memiliki kemampuan untuk melarutkan fosfat anorganik
tanah dari bentuk-bentuk fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman menjadi
bentuk-bentuk fosfat yang tersedia bagi tanaman. Contoh beberapa fungi pelarut
fosfat: Pinicillium, Aspergillus, dll.
Manfaat Mikrobia Pelarut Fosfat untuk Pertanian
Keberadaan mikrobia pelarut fosfat dalam zona rhizosphere
tanaman memberikan dua manfaat, yaitu:
- Mampu meningkatkan kelarutan P anorganik, dan
- Dapat menekan fiksasi P dengan menonaktifkan Al3+ dan Fe2+ tanah.
Zona Hidup Mikrobia Pelarut Fosfat
Mikrobia pelarut fosfat baik tergolong bakteri pelarut fosfat
(BPF) maupun fungi pelarut fosfat (FPF) hidup dilapisan tanah bagian atas atau
top soil. Populasi mikrobia pelarut fosfat lebih banyak ditemukan terutama pada
zona rhizosphere. Populasi bakteri pelarut fosfat pada tanah yang subur
melebihi 100.000 bakteri per gram tanah.
No comments:
Post a Comment